Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Suku Galik

Suku Dayak Galik

Galik adalah salah satu kelompok kecil orang Dayak, yang berdiam di wilayah Provinsi Kalimantan Barat. Gelik merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Selakau Timur, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Desa ini memiliki luas 9,79 km2 dan merupakan desa terkecil di Kecamatan Selakau Timur. Seperti desa-desa lain di Kecamatan Selakau Timur, menurut tingkat perkembangannya, Desa Gelik diklasifikasikan sebagai desa swakarsa dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) bertipe II.

Mereka berdiam terutama di Kabupaten Sanggau, yaitu dalam wilayah Kecamatan Sekayam dan Kecamatan Baduai.

Dalam wilayah Kecamatan Sekayam kelompok ini bertetangga dengan kelompok-kelompok kecil lainnya, misalnya kelompok Dayak Kede, Sisang, Keramai, Senangkang, Merau, Punti, Gun, Seuah, Pos, Badat, Sungkung, dan lain-lain, sedangkan dalam wilayah Kecamatan Baduai hidup bersama dengan kelompok Dayak Muara.

Kementerian Sosial masih mengkategorikan sebagian dari Dayak Galik ini sebagai kelompok "masyarakat terasing".

Pada tahun 1974 anggota kelompok ini yang masih termasuk kategori "masyarakat terasing" di Kabupaten Sanggau itu berjumlah 3.749 jiwa. Pada tahun yang lebih akhir, misalnya tahun 1988, penduduk Kecamatan Sekayam berjumlah 24.638 jiwa, dan penduduk Kecamatan Badui berjumlah 9.133 jiwa, namun belum diketahui lagi berapa jumlah orang Dayak Galik yang tergolong "terasing".

Desa Gelik diperkirakan telah ada sejak 1880 an dan merupakan bagian dari wilayah Kesultanan Sambas. Penduduk yang mula-mula mendiami wilayah Gelik adalah suku Dayak yang salah satunya bernama "Nek Okeng" sebagai penduduk asal, kemudian suku Cina yang salah satunya bernama "Nek Anyok" dan selanjutnya suku Melayu yang umumnya bermigrasi dari Sambas dan menjadi nenek moyang masyarakat desa Gelik Sekarang. Seluruh penduduknya kala itu bermukim di tepian Sungai Gelik dan Muara Selakau. Diantara orang-orang melayu yang paling berpengaruh saat itu adalah Nek Simoh Yahya, Nek Dapik, Nek H. Sulaiman, Nek Buasyim, Nek Umar, Nek Hasun dan Nek Budjang. Kemudian orang-orang tersebut menduduki jabatan-jabatan penting di desa.

Menurut riwayat orang-orang tua, nama Gelik bersal dari 2 versi berbeda yaitu versi yang pertama ; "nama Gelik berasal dari banyaknya tumbuhan yang mirip talas namun berduri yang tumbuh di tepian sungai Gelik sehingga apabila tumbuhan tersenut terinjak kaki akan menimbulkan rasa geli", kemudian versi yang kedua yaitu ; "banyaknya tumbuhan yang bernama "Galik" atau sejenis tumbuhan yang dalam bahasa Melayu sambas disebut "Bundung" yang pada saat itu tumbuhan tersebut digunakan masyarakat untuk membuat sejenis karung tempat menyimpan berbagai hasil panen dan lain-lain". Kedua nama tersebut sangat logis mengingat kedua jenis tumbuhan tersebut masih ada sampai sekarang.

Sekitar pada tahun 1920 an datanglah seorang utusan dari Kesultanan Sambas yang kala itu diperintah oleh Raden Anom Kusuma Yudha bernama SIMOH YAHYA untuk membuka hutan untuk memperluas wilayah pertanian yang menjadi andalan penghasilan / mata pencaharian masyarakat Kerajaan Sambas waktu itu. Inilah yang menjadi awal mula berkembangnya desa Gelik hingga sekarang.

Di desa Gelik terdapat suatu adat tradisi dan budaya yang masih terpelihara hingga sekarang yakni NULLAK BALLA dan NUNGAS TAON.

Nullak Balla yaitu kegiatan spiritual yang diadakan untuk meminta perlindungan kepada Allah SWT agar senantiasa menjauhkan dari segala macam penyakit baik penyakit kepada masyarakat maupun kepada tanam tanaman yang diusahakan oleh masyarakat. Nulak Balla dilakukan 2 kali dalam 1 tahun yaitu pada saat masyarakat akan menanam padi pada tahun Gadu dan pada saat padi sudah mulai menguning pada tahun tersebut. Nullak Balla diisi dengan kegiatan doa bersama oleh seluruh masyarakat pada suatu tempat yang ditentukan dan dipimpin oleh Tokoh Agama (Lebai/Amil Desa), Kepala Desa dan Ketua Adat Desa. Kegiatan Nullak Balla yang kedua dilakukan menjelang hari pelaksanaan Nungas Taon.